Rabu, 28 April 2010

Manusia dan Air Putih

Cairan bagi Ginjal yang Sakit

Orang yang fungsi ginjalnya sudah tidak normal akibat suatu penyakit memiliki ketentuan tersendiri dalam mengasup cairan. Pada prinsipnya, mereka harus secara ketat mengatur keseimbangan antara asupan cairan dan makanan.


Dalam buku berjudul Deseases terbitan Sringhouse Corporation dijelaskan bahwa ada tiga tujuan utama pengaturan diet bagi mereka yang telah telanjur
sakit ginjal, yaitu:

1. Mengatur pemakaian cairan dan natrium (garam) untuk mengontrol keseimbangan cairan.

2. Pantang protein untuk mengurangi komplikasi yang disebabkan oleh penimbunan yang tidak diperlukan.

3. Pantang kalium untuk mencegah lemas dan jantung menjadi abnormal.


Khusus berkaitan dengan cairan dan natrium, ada kemungkinan penderita gangguan ginjal akan kehilangan natrium mengingat ginjal sudah tidak dapat mengonsentrasikan urine. Pantang cairan dan natrium dapat membahayakan, lebih-lebih jika penderita sampai mengalami dehidrasi.

Menggunakan zat yang bersifat diuretik (memicu keluarnya cairan tubuh) akan menyebabkan kehilangan natrium lebih banyak. Oleh karena itu, pemakaian natrium, yaitu 4 gram sehari (sumber lain menyebutkan 5-6 gram sehari atau sekitar 1 sendok teh) harus seimbang dengan pengeluaran melalui urine, dan penderita pun harus minum lebih banyak.


Jika kerusakan ginjal berlanjut, maka asupan natrium (garam) justru harus dikurangi menjadi sekitar 2 gram sehari. Asupan cairan pun wajib dikurangi menjadi hanya 1 liter hingga 1,5 liter sehari. Mengonsumsi lebih dari jumlah itu akan membuat penyakit ginjal justru semakin parah.



Jangan Sepelekan Rasa Haus

Rasa haus ternyata bisa jadi pertanda Anda sudah mengalami dehidrasi dan ini merupakan sinyal tubuh mengalami defisit cairan. Perlu diketahui tubuh merasakan haus lebih dari yang terasa di lidah. Karena itu, tak perlu menunggu sampai muncul rasa haus baru kita minum.

Rasanya tidak ada yang menyangkal peran air bagi tubuh. Seluruh bagian tubuh manusia selalu membutuhkan air dalam segala aktivitasnya, termasuk saat tidur. Pada manusia dewasa, sekitar 60-70 persen tubuhnya terdiri dari air, sementara pada bayi dan anak 80 persen tubuhnya terdiri dari air. Akan tetapi, tak banyak orang yang memperhatikan berapa liter air minum segar tanpa campuran apa pun yang sudah dikonsumsi dalam 24 jam.

Diprediksikan bahwa jumlah air yang dibutuhkan tubuh sangat bervariasi tergantung makanan yang dikonsumsi, suhu dan kelembaban lingungan, tingkat aktivitas, dan faktor lain. "Jumlah yang dikonsumsi harus seimbang dengan jumlah air yang dikeluarkan tubuh,".


Air yang dibutuhkan tubuh kira-kira 2-2,5 liter (8-10 gelas) per hari. Jumlah kebutuhan ini sudah termasuk asupan dari air minum dan makanan. Sementara itu jumlah air yang dikeluarkan tubuh (melalui air seni, keringat, tinja, dan napas) sekitar satu liter per hari, tergantung suhu udara sekitar. Cairan tubuh juga akan lebih banyak keluar bila kita melakukan aktivitas yang lebih keras, seperti olahraga.

Bila tubuh kehilangan air lebih banyak dibandingkan dengan asupannya, akan terjadi dehidrasi. Tanda-tanda dehidrasi adalah rasa haus, air seni sedikit dan pekat, jumlah keringat sedikit, mulut kering, tubuh lemas, hingga kulit yang kehilangan kekenyalannya.

Pada tingkat yang lebih berat, tanda-tanda dehidrasi yang muncul akan lebih banyak lagi. Yaitu mata menjadi cekung, kulit pucat, ujung-ujung jari menjadi dingin karena aliran darah ke kapiler ini berkurang, dan denyut nadi melonjak dari cepat sekali menjadi lambat. Secara psikologis penderita juga menjadi apatis dan kesadarannya perlahan-lahan menurun.

"Kekurangan dua persen air tubuh bisa memicu gejala awal dehidrasi. Kehilangan 4-6 persen menimbulkan sakit kepala, pusing dan lemah. Bila sampai 12 persen hilang, fungsi gerak dan otot terganggu, sedangkan kekurangan air sebanyak 15-25 persen dapat berakibat fatal, sampai kematian,".



Sebenarnya penyakit yang berkaitan dengan kurangnya cairan, seperti infeksi batu ginjal, infeksi saluran kemih, atau dehidrasi dapat dicegah, yakni dengan cukup minum air putih.

"Disadari atau tidak, kita menjadi mudah dehidrasi saat sedang berada di bawah tekanan atau stres. Ini terjadi karena detak jantung menjadi cepat dan napas menjadi berat sehingga Anda kehilangan cairan,".

"Stres bisa menyebabkan gejala-gejala yang sama seperti saat kita dehidrasi, yakni detak jantung meningkat, mual, lelah, dan sakit kepala,".






Jumat, 16 April 2010

Usia Terbaik Wanita Untuk Menjadi Ibu

Kapankah usia ideal seseorang untuk mempunyai atau mengangkat anak pertama? Bagi kebanyakan kaum hawa, jawabannya adalah usia 25-34 tahun.

Lebih dari 75 persen responden wanita yang mengikuti survei ForbesWoman.com dan TheBump.com percaya bahwa rentang usia tersebut adalah waktu paling tepat untuk menjadi ibu. Sebanyak 42 persen responden survei itu menganggap usia 25-29 tahun. Sebaliknya 17 persen responden lainnya berpendapat, tidak ada preferensi usia terbaik untuk menjadi ibu.

Hasil survei tersebut menunjukkan wanita merasa usia pertengahan sampai penghujung 20 tahunan sebagai masa paling mungkin untuk membangun karir dan keuangan. Rentang usia demikian sekaligus saat dimana mereka mengambil peran baru. Jam biologis dipandang 21 persen responden survei ForbesWoman.com dan TheBump.com ini sebagai faktor penting.

"Wanita mencari keseimbangan yang baik," kata Jenna Goudreau dari ForbesWoman.com.

Menurut dia, keamanan karir dan keuangan adalah faktor pertama yang terkait dengan rentang umur ideal itu.

Dalam survei yang diikuti 2.210 orang wanita, termasuk separuhnya ibu rumah tangga itu, lebih dari 50 persen responden tanpa anak berencana punya dua anak.

Lebih dari sepertiganya berhasrat punya tiga atau lebih anak. Jenna Goudreau mengatakan, tujuan survei ini tidak hanya untuk menemukan usia ideal wanita saat menjadi ibu tetapi juga menjadi ibu yang tetap sukses berkarir.

Mengapa begitu? Karena kaum hanya mengisi separuh angkatan kerja saat ini, katanya.

Kendati banyak wanita ingin menggapai keduanya, sebanyak 62 persen responden percaya bahwa kehadiran anak berdampak negatif pada karir. Namun hanya 30 persen ibu bekerja yang mengatakan bahwa anak telah memengaruhi karir mereka.

Goudreau mengatakan, ia menemukan perempuan yang punya anak pertama di usia belia cenderung tidak berhasil mengumpulkan banyak duit dalam hidupnya. Mereka ini cenderung tidak banyak berinvestasi dalam karirnya.


Menurut survei ini, cuti melahirkan dengan tetap digaji dan jam kerja yang fleksibel adalah manfaat paling umum yang diberikan perusahaan kepada para pekerja perempuan. Hanya sekitar tiga persen responden yang mengatakan, perusahaan tempat mereka bekerja menyediakan pembagian kerja dan kurang dari enam persen menyediakan tempat penitipan anak.


Di antara para responden ibu rumah tangga yang ditanya, 68 persen mengaku senang dengan momen melahirkan anak pertama.

Mayoritas responden mempunyai anak sebelum usia 35 tahun. Sekitar 60 persen responden yang mempunyai anak di usia 35-39 tahun mengatakan mereka ingin punya anak di usia yang lebih muda.

Bagi sebagian besar ibu yang berkarir tetap kembali bekerja setelah melahirkan anak demi uang. Mayoritas responden wanita bekerja dengan jumlah jam kerja yang sama sebelum melahirkan.
Sebanyak 63 persen perempuan berstatus ibu bekerja mengatakan mereka mengikuti jejak ibu mereka yang berhasil memadukan antara keluarga dan karir.